dulu vs sekarang |
Hari ini, setelah menemani Bapak untuk mengurus laporan pajak, langsung mampir ke rumah Pak De (Masnya Bapak). Rumah Pak De lumayan dekat dari rumahku, tapi jarang untuk mampir, biasanya sebulan sekali atau dua bulan sekali mampir, ya gimana dong karena memang kesehatan Pak De yang memang sudah sepuh (tahu lah ya gimana) hehehe.. yang penting bisa menyempatkan waktu.
Tak lupa bawa buah tangan buah naga, pilihan yang cocok bagi orangtua karena memang untuk buah tangan harus melihat “mau diberikan ke siapa?” nggak mungkin dong dibelikan gorengan, wahh bisa kolesterol. Rumah Pak De cukup besar, tetapi hanya ada Pak De, istri, dan dua cucu. Anaknya sudah hidup Mandiri di Jakarta. Dengan rumah yang bagiku lumayan besar, sangat menguras tenaga ketika bersih – bersih, karena itu Pak De berniat untuk menjual rumahnya, nantinya akan membeli rumah yang sederhana saja.
Percakapan dimulai dengan basa – basi menanyakan kabar, cucu Pak De hari senin besok akan UN, hari ini melaksanakan istigosah di Masjid Agung Sidoarjo. Dan akhirnya memulai cerita “dahulu kala”. Iya, menceritakan sejarah rumah Pak De yang ingin dijual, dan sangat kaget kalau harga tanah maupun rumah jaman sekarang sangatlah mahal, bahkan tipe yang lumayan sederhana bisa menembus 1M! Luar bisa!
Cerita jaman dahulu kala, juga tak lupa mengenang saudara – saudara yang masih hidup, saudara yang masih sehat walafiat, mengingat – ingat silsilah keluarga, kebaikan antar saudara, kerjasama antar saudara, hingga momen – momen yang tak terlupakan, meskipun diselingi dengan “Sari, kapan nikah?” *jleb momen*
Ya, masa tua hanyalah masa untuk mengenang mencapaian masa muda, keterbatasan fisik dan kesehatan lambat laun menurun membuat kita tidak dapat bebas bergerak. Karena itu, di posisiku selalu bersyukur karena masih bisa berkarya, masih lincah kemana – mana. Bagi pemuda, harus selalu berkarya agar saat tua nanti, akan dipenuhi kenangan tentang petualang, pencapaian dan makna hidup.
Tak lama bersilaturahmi ke rumah Pak De, karena awan mulai mendung dan masih ada urusan lain yang harus dikerjakan, juga pak de butuh istirahat yang cukup. Tak lupa Pak De memberikan doa – doa tulus untukku yang segera aku mengucapkan aamiin. Dan selalu mengingat ucapan Pak De untuk selalu berkunjung ke rumahnya. Menjaga silaturahmi.
1 Comment. Leave new
eh, mba Sari belum nikah?