Sebuah cerita…
Membuka lembaran, menuliskan satu nama di atas kertas kosong dengan tinta hitam. Satu nama yang ingin aku ceritakan, satu nama, bukan jamak, bukan dia atau mereka tetapi kamu. Menuliskan kisah ini dengan kamu, sebuah nama yang asing tetapi lambat laun mulai akrab, dekat.
Lalu..
Sebuah cerita itu tak pernah bisa aku teruskan, berakhir, berujung ngilu. Bukan aku yang mengakhiri, bukan pula kamu. Bukan cerita ini yang berakhir tetapi sesuatu yang entah apa itu terlihat samar – samar tapi menghujam ulu hati. Setiap ingin menulis namamu, semakin kulitku tersayat – sayat, menciptakan luka – luka kecil yang menganga, luka yang terpatri atas namamu, salah satu cara agar tak terluka hanyalah diam, tak pernah menyebut namamu hingga suatu hari aku lupa bagaimana caranya mengeja namamu.
kita berdekatan, tetapi jauh.
Kita saling menatap, tetapi jauh.
Kita saling tersenyum, tetapi jauh, tidak beranjak kemana – mana.
Kita berseberangan, egois rasanya jika salah satu dari kita harus menyeberangi jembatan untuk saling bertemu, padahal nyata adanya jembatan itu rapuh, goyah, satu pijakan saja sudah runtuh. Salah satu caranya hanyalah menemanimu di seberang sana, tak bisa di sampingmu. Menikmati semua yang bisa dan biasa kita lakukan, melihatmu konyol, melihatmu semakin tampan, melihatmu tumbuh rambut – rambut halus di sekitar janggutmu, melihat naik turunnya jakunmu ketika dirimu mulai berkelakar, menikmati semua waktu yang tercipta dengan seseorang yang tak dapat dimiliki, hingga salah satu dari kita atau kita berdua lelah menunggu, hingga kita beranjak dari kenyamanan yang semu, karena kita berseberangan tak akan mungkin berada dalam satu titik, saling menggenggam, saling berpelukan, saling menguatkan.
Katakan…
Jika kisah kita indah, tanpa perlu melihat akhirnya. Tak ada akhir bagi kita, hanya ada jeda, jeda yang terlalu lebar terlalu samar untuk dilanjutkan kisah yang baru dengan lakon yang sama, kita.
Katakan…
Jika tak ada jembatan untuk kita sebrangi, tak ada satu titik untuk kita bersama, kita hanya menunggu waktu perhentian, dimana nanti kita akan saling meninggalkan.
Katakan…
Jika semua ini salah, sebuah awal yang salah. Tetapi aku tak akan pernah menyangkal jika ada sebuah cerita tentang kita.
Tak akan pernah menyalahkan siapa dan apapun, lagi – lagi semua ini tentang perjalanan. Karena ini sudah tertullis adanya. Menikmati semua, setapak demi setapak perjalanan yang nanti entah kejutan seperti apa yang diberikan.
Untuk kamu yang bukan jamak, selamat menikmati spesialmu. Umur semakin bertambah, jatah untuk bernafas semakin berkurang, semoga setiap hari melakukan hal kebaikan. Tentu saja menjadi calon imam yang baik pula.