Sebenarnya tidak ada hal yang menarik untuk dibagikan jika mengingat tentang majalah dinding saat sekolah, saat SD belum ada majalah dinding, saat SMP juga begitu, nggak ada hal yang menarik, hanya sekota kaca yang berisi selebaran pengumuman sekolah. Itu saja sih. Kurang tahu juga kenapa mading nggak begitu atraktif, menurut sepahamanku saat masih sekolah dulu, yang mengelola mading ya OSIS, tapi kurang maksimal saja. Kadang beberapa minggu nggak ada isinya sama sekali. Mading kurang atraktif karena setiap kelas memiliki papan pengumuman sendiri, selain berisi jadwal piket dan jadwal kelas ada beberapa pengumuman kelas yang di pajang di depan. Dihiasi dengan kertas asturo yang warnanya gonjreng, tulisan yang dihiasi ini itu, jadi lebih banyak dipajang di papan pengumuman kelas daripada di mading.
Punya jaket wanita ?
Anehnya, meskipun mading kurang atraktif, tapi letak mading jadi bahan perebutan. Ceritanya saat kelas satu SMP, saat pergantian keanggotaan OSIS, teman – teman OSIS ingin sekali “menghidupkan” kembali majalah dinding agar lebih atraktif, lebih rame, selain media untuk pengumuman, bisa jadi media kreatifitas teman – teman sekolah. Ada yang tim yang mengelola khusus tentang konten mading, meskipun kadang – kadnag isis mading belum diganti selama seminggu. Tapi uniknya letak mading dipermasalahkan! Awalnya, mading diletakkan di depan kantor BP, entah kenapa mading dipindah di dekatnya ruang praktik, usut punya usut, ternyata guru BP terganggung jika banyak siswa yang berkumpul di depan majalah dinding yang berisik minta ampun. Setelah dipindah di dekat ruang praktik, eh ternyata masih dipindah lagi ke depannya kelas anak keals satu, sebelah kantin, eh ternyata dipindah lagi seperti semula yaitu di depan kantor BP, ternyata kalau sebelahan kantin, madingnya jadi kotor, huahahaha.. entahlah kok jadi aneh urus letaknya mading, bukan mengurus konten mading